Rabu, 29 Oktober 2008

memerdekakan Tuhan

Memerdekakan Tuhan adalah sebuah bahasa yang sangat saya sukai dan ini belum lama saya temukan setelah berdiskusi dengan seorang teman. Dalam diskusi tersebut kami membicarakan bagaimana kami melihat dan memahami Tuhan sebagai sebuah pribadi yang sangat khas dalam pola pikir manusia yang sangat terbatas.
Tuhan, sebuah bahasa yang sangat menarik untuk dipahami serta dikenal kita sebagai manusia yang tentunya ingin mengenalnya dengan lebih dekat. Manusia memahami Tuhan dengan berbagai macam bahasa yang tentunya sangat banyak sekali, sebab untuk bangsa Indonesia saja nama Tuhan begitu banyak dan mungkin dalam berbagai versi, dan tanpa kita sadari kita telah memenjarakan Tuhan dengan berbagai pemahaman tersebut, yang dalam berbagai macam versi agama yang kita kenal, kita mengenal Tuhan sebagai maha kuasa, maha suci, maha hebat, maha kuat, maha adil, maha mengetahui serta berbagai maha yang lainnya yang tentunya seperti saya katakan tadi, amat sangat banyak sekali.
Mungkin hal tersebut tidak salah, tetapi kebenaran tersebut tentunya hanya dalam kapasitas kemanusiaan kita yang tentu saja sangat terbatas dengan adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel syaraf atau neuron, yang tentunya akan sangat kecil dibandingkan mamahami ketuhanan secara utuh.Bukannya saya pesimis terhadap kemampuan otak dan kecerdasan manuisia, tetapi pemahaman yang pada akhirnya memenjarakan tuhan adalah sebuah "kejahatan" manusia yang dilakukan tanpa peradilan yang menurut saya sangat tak beralasan.
Jadi, dalam pemahaman saya, saat ini sudah waktunya membebaskan Tuhan dari keterbatasan dan keterkungkungan dari otak manusia kita yang ternyata sangat kecil. Apabila ditanyakan kebali lalu bagaimana manusia memahami Tuhannya, maka akan saya jawab sebagai seorang pribadi saya ingin membebaskannya dari otak saya, memang Tuhan sangat ingin saya pahami sebagai sebuah hubungan yang sangat personal serta sangat logis dalam melakukakukan apa yang terjadi pada hidup saya, tetapi dia menjadi sangat realistis saat kemanusiaan kita manjadi semakin sempurna dalam menjalani hidup ini. Memang pemahaman tersebut perlu dilihat dari sisi lain sebagai sebuah pemahaman yang sepertinya membingungkan dan paham yang dualisme, tetapi pahamilah dengan hati dan otak sebagai sebuah kesatuan yang utuh sehingga keduanya dapat berjalan dengan seimbang.
Tetapi bagaimanapun saya sangat percaya behwa kebenaran yang kita ketahui saat ini adalah kebenaran 50%, sedangkan sisanya adalah kebenaran yang masih perlu dipertanyakan kebenarannya, bagaimana dengan anda?
"Mengupas cerita dan makna dari karya alam adalah kebahagiaan seorang seniman"